Muaro Jambi – Anggota DPR RI Fraksi PKB, Elpisina mengelar agenda reses dalam rangka menyerap secara langsung aspirasi masyarakat di Kabupaten Muaro Jambi, di kantor DPC PKB belum lama ini.
Dalam agenda reses ini, sejumlah warga menyampaikan keresahan mereka terkait dua isu yang sedang ramai dibicarakan, yakni pembekuan rekening bank secara sepihak oleh PPATK, serta penyitaan tanah yang dianggap terbengkalai oleh negara.
“Baru-baru ini kami mendengar informasi mengenai rekening yang nganggur akan dibekukan oleh pemerintah. Kami mohon penjelasannya, apa dasar pemerintah melakukan ini apakah itu tidak melanggar hak pribadi?,” tanya salah seorang warga.
Pertanyaan lain yang mengemuka pada acara ini adalah mengenai rencana pemerintah untuk menyita tanah terlantar yang belakangan juga turut menjadi perbincangan.
“Kami dengar pemerintah akan menyita tanah yang dianggap terbengkalai. Apa betul ? Tanah seperti apa yang dikategorikan sebagai terbengkalai,?” ujar warga lainnya bertanya kepada Elpisina.
Menanggapi hal itu, Elpisina menjelaskan bahwa pembekuan rekening umumnya dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini aparat penegak hukum atas dasar dugaan tindak pidana.
“Pembekuan rekening bukan dilakukan pemerintah secara sewenang-wenang. Hal ini biasanya berdasarkan permintaan aparat penegak hukum seperti KPK, Kepolisian, atau Kejaksaan, dalam rangka penyidikan dugaan kejahatan seperti tindak pidana korupsi, pencucian uang, atau pendanaan terorisme,” jelas Elpisina.
Berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Pasal 40 dan Pasal 44), mengatur tentang tugas dan fungsi PPATK serta sanksi pidana bagi yang menghalangi pelaksanaan tugas dan kewenangan PPATK. Ini yang menjadi landasan hukum bagi PPATK melakukan pembekuan rekening sementara.
“Jika ada pembekuan yang tidak jelas dasar hukumnya, warga berhak untuk mengajukan keberatan atau menempuh jalur hukum,” tambahnya.
Sementara terkait rencana pemerintah menyita tanah yang dianggap terlantar, Elpisina menjelaskan bahwa pemerintah memang sedang menjalankan kebijakan pendataan dan pengambilalihan tanah yang dianggap terbengkalai dan selama bertahun-tahun tidak dimanfaatkan oleh pemiliknya.
“Dasarnya adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar, yang merupakan turunan dari UU Cipta Kerja. Pemerintah melalui Kementerian ATR/BPN dapat mengambil alih hak atas tanah jika pemiliknya tidak mengusahakan, tidak memanfaatkan, dan/atau tidak memelihara tanah selama tiga tahun berturut-turut tanpa alasan yang sah,” papar Elpisina.
Ia menyebut bahwa ketentuan ini berlaku bukan untuk tanah warisan atau tanah milik rakyat kecil, tapi umumnya ditujukan untuk korporasi, pengusaha besar, atau pemilik hak guna usaha (HGU) dan hak guna bangunan (HGB) yang menelantarkan lahan luas tanpa kepastian.
“Tujuannya adalah untuk menertibkan dan mendistribusikan tanah kepada pihak-pihak yang benar-benar membutuhkan, seperti petani, koperasi, atau masyarakat adat,” ujar Elpisina.
Namun demikian, dirinya menambahkan, bahwa masyarakat tidak perlu merasa khawatir jika tanahnya dimanfaatkan secara aktif, meski belum mempunyai bersertifikat.
Menutup kegiatan reses, Elpisina menegaskan bahwa dirinya akan menyuarakan aspirasi masyarakat Jambi di Senayan, termasuk memastikan penegakan hukum yang adil serta perlindungan terhadap hak kepemilikan warga atas tanah dan aset mereka.
“Negara tidak boleh semena-mena terhadap rakyat kecil. Tapi kita juga perlu memahami bahwa aturan ada untuk kebaikan bersama,” pungkasnya.(*)